Sabtu, 13 Juni 2009

“Pak Karto yang tidak terduga”

Oleh: Fifi Fiana
Cinere, 13 Juni 2009


Pada suatu hari Jum’at di bulan Mei 2009 yang lalu, saya agak terlupa dalam salah satu jadwal kerja, bahwa pada jam 13.30 siang itu, saya harus pergi ke kantor “K”. Sehingga saat itu, ketika saya baru tiba di Senayan City untuk makan siang dengan 2 (dua) orang teman lainnya, saya harus segera kembali ke kantor karena harus menyiapkan bahan pertemuan saya di kantor “K”.

Tentunya supir saya tidak dapat dipanggil, karena saya telah mengizinkan dia untuk menunaikan sholat Jum’at. Sejujurnya saya bingung sekali, karena saya paling takut naik taxi sendirian, terutama di kota Jakarta. Satu-satunya taxi yang saya agak berani naik sendirian adalah taxi “S”. Sangat disayangkan di Sen-Ci siang itu tidak ada taxi “S” yang ada hanyalah taxi “M” yang jika tidak salah pengelolanya sama dengan taxi “S”.

Begitu naik ke dalam taxi, saya langsung membaca nama pengemudinya, yang bernama pak Karto: “Selamat siang pak Karto, apakah tidak sholat Jum’at?”. Pak Karto menjawab: “Tadinya saya mau sholat bu, akan tetapi ibu lihat khan saya baru saja sampai di Sen-Ci ini, dan tidak akan cukup waktunya.” Waktu saya melihat jam tangan saya, rasanya pak Karto tidak berbohong, karena jam saat itu menunjukkan jam 12.35 siang, yang kemungkinan besar sholat Jumat sudah dimulai.

Kemudian pak Karto berkata lagi: “tapi bu, saya selalu mengupayakan agar saya tidak sampai terlewat sholat Jum’at 3x berturut-turut.” Saat itu saya hanya mengatakan: “alhamdulllah jika demikian adanya.”

Untuk menghilangkan rasa ketakutan saya, saya mulai menanyakan keluarga pak Karto, usianya, dan kota asalnya, dan tanpa terasa saat itu saya hampir tiba kembali di kantor tempat saya bekerja. Karena saya mempunyai impresi baik terhadap pak Karto, lalu saya menanyakan nomor handphone nya, in case saya memerlukan dia, tidak perlu lagi untuk saya menelepon via operator perusahaan taxi tempat pak Karto bekerja. Kemudian saya mengatakan kepada pak Karto, bahwa saya akan melakukan “missed call”ke handphone beliau.

Tiba di lobby kantor, dengan terburu-buru, saya membayar ongkos taxi, yang mungkin saat itu kelebihan uang yang saya berikan hanya di kisaran rp.7.000 (tujuh ribu rupiah), sehingga dengan tergesa-gesa saya mengatakan: “pak Karto, silakan kembaliannya diambil saja untuk Bapak ya pak..salam untuk keluarga Bapak.”. Saat itu pak Karto langsung menjawab: “Terima kasih bu”

Menurut kelaziman pemikiran saya, sudah selesai urusan saya dengan pak Karto hari itu, sampai malam harinya saya memeriksa sms-sms yang masuk. Saya langsung menangkap ada satu sms yang tanpa nama pengirim dan hanya no hp nya saja yang tercantum. Anda tahu apa isi sms tersebut?? Isinya adalah sebagai berikut: “Ibu yang baik, Ibu sangat mulia, telah dengan ikhlas memberikan kebahagiaan ibu untuk saya dan keluarga. Mungkin untuk ibu nilainya tidak seberapa, tapi nilai uang tersebut untuk saya dan keluarga, sangat berarti. Saya do’akan, semoga ibu senantiasa menjadi orang yang dimuliakan oleh Allah swt, dimurahkan rezeki ibu dan senantiasa diberikan kesehatan dan hidayahNya.”

Saya tercenung, dan menitiklah dua tetes air mata saya setelah membaca sms pak Karto tersebut, di dalam hati saya berkata kepada diri sendiri: “Ya Allah, betapa mulia pak Karto, tanpa mengenal saya siapa, ia mendo’akan saya hal-hal yang baik. Ya Allah berikanlah pak Karto kekuatan untuk memberikan keluarganya nafkah yang halal, amiin.”

Esensi dari berbagi pengalaman ini kepada teman-teman sekalian adalah, bahwa sebagian besar dari kita yang berstatus karyawan dan bahkan banyak yang bekerja di perusahaan besar, seringkali tidak puas akan rezeki, nikmat dan milik yang kita dapat dan upayakan secara halal (insyaAllah). Akan tetapi perilaku pak Karto, insyaAllah akan mengingatkan kita untuk selalu bersyukur dan terutama dapat dengan ringan hati mengucapkan terima kasih, walau untuk suatu pemberian yang sangat kecil nilainya. Saya yakin berupaya mengucapkan terima kasih, adalah hal kecil, yang belum tentu mudah untuk dilakukan.