Minggu, 22 Februari 2009

Tanggung Jawab Sebagai Orang Tua vs Parenting Style

Fifi Fiana
22 Februari 2009
Posting tulisan: Facebook: Fifi Fiana dan Blog: https://FifiFiana.blogspot.com


Jika muncul suatu pertanyaan: “Siapakah yang ingin menjadi orang tua ideal?” atau “Adakah diantara Bapak-Bapak dan Ibu-ibu sekalian yang merupakan orang tua ideal?”, maka jawaban yang paling populer adalah: “Ya..tentunya kami ingin menjadi orang tua ideal yang bertanggung-jawab bagi anak-anak kami.” Atau jawaban populer lainnya adalah “Ya..kami merupakan orang tua ideal, karena kami telah bekerja keras untuk memberikan hal yang cukup bagi anak-anak kami.”

Tahukah anda bahwa seringkali kita menjadi terjebak atas pernyataan Tanggung Jawab Sebagai Orang Tua, yang kita pikirkan adalah melulu bagaimana mencari uang dalam jumlah yang sangat besar sehingga kita dapat memberikan rumah yang layak bagi anak-anak kita, dapat memberikan pakaian dengan berbagai warna bagi mereka, dapat mengirimkan mereka ke sekolah favourite, dapat mengajak mereka jalan-jalan dan lain-lain.

Dari persepsi kita akan orang tua yang bertanggung jawab, maka seringkali berpengaruh kepada parenting style kita. Banyak parenting style yang ada, dari mulai Gourmet Parents (GP); Encounter Group Parents (EGP), Outward Bound Parents (OBP); Gold Medal Parents (GMP); College Degree Parents (CDP); Prodigy Parents (PP); Do It Yourself Parent (DIYSP) dan Milk and Cookies Parents (MACP), dari persepsi kita tersebut di atas, maka yang paling disenangi atau seringkali membuat kita nyaman adalah GP; CDP; dan GMP.

GP, secara sederhana dikenal sebagai orang tua kaya! Manusiawi sebagai orang tua kita menginginkan kemapanan ekonomi, dengan tujuan mulia yaitu untuk kesejahteraan keluarga. Akan tetapi ternyata dalam perjalanan waktu terjadi deviasi dari arti kemapanan ekonomi sebagai orang tua yang bertanggung jawab. Pola pikir kita terbentuk kea rah bagaimana kita bisa mempunyai rumah yang tidak hanya cukup tapi juga megah, karena pola pikir kita mendikte diri kita bahwa dengan rumah yang megah,maka anak-anak kita menjadi tidak akan minder dalam pergaulan; maka anak-anak kita akan lebih betah di rumah dan lebih sering mengajak teman-temannya belajar di rumah; maka anak gadis kita tidak akan menyembunyikan alamat jika ada teman sebayanya yang mulai tertarik; maka anak lelaki kita dapat disenangi oleh teman gadisnya tidak hanya karena tampan tapi juga karena orang tuanya mapan, memiliki rumah megah dan kendaraan.
Selanjutnya kita tidak hanya menyediakan transportasi bagi anak-anak kita akan tetapi kendaraan dengan supir dan “nanny” untuk anak-anak kita. Yang kadangkala tidak masuk akal, mobil yang digunakan hanya untuk antar jemput anak-anak pun harganya bisa dalam hitungan di atas 200 juta rupiah bahkan di atas 500 juta rupiah. Lalu kita terdikte juga oleh pola pikir bahwa sebagai wujud tanggung jawab maka liburan ke Negara-negara maju menjadi agenda tetap liburan keluarga, tanpa mempertimbangkan manfaatnya bagi anak-anak balita kita, dan yang dimaksud mendidik malah menghabiskan waktu untuk berbelanja barang-barang ber merek atau barang-barang mewah.

GMP, dikenal juga sebagai orang tua selebritis, dimana selalu berusaha menumbuhkan rasa kompetisi di diri anaknya dalam segala bidang. Semua bidang yang ditekuni anak-anaknya harus mencapai suatu prestasi. Jika mereka atau orang tua tersebut bertandang ke rumah orang lain yang penuh dengan piala prestasi anak-anaknya, maka sesegera mungkin ia akan mendoktrin anak-anaknya untuk melakukan hal yang sama. Terlepas dari anaknya suka atau tidak. Sehingga seringkali orang luar bingung dibuatnya karena terkesan yang sangat berambisi adalah orang tuanya untuk mendapatkan piala maupun penghargaan yang ada.

CDP, para orang tua dalam kelompok ini, sangat senang melibatkan diri dalam kegiatan akademis anak-anaknya. Bahkan kadangkala mereka ikut campur dalam penyusunan silabus pelajaran, dengan analagi sopir busway dan penumpangnya, mereka lupa bahwa mereka adalah penumpang busway yang tidak dapat ikut campur mengenai penetapan rute busway. Hampir setiap hari CDP datang ke sekolah untuk memantau proses belajar mengajar di sekolah anaknya maupun di tempat kursus anaknya. Luar biasa terlihatnya seolah-olah anak dan bayangannya sama-sama sibuk di sekolah.

Padahal yang paling ideal adalah menjadi MACP, dimana orang tua akan:
- Membesarkan anak-anaknya dengan kehangatan dan kasih sayang.
- Memberikan perimbangan antara apa yang harus dilakukan anak (has to do) dan apa yang ingin dilakukan anak (want to do), sehingga potensi anak berkembang dengan baik dan anak enjoy menjalaninya
- Berdiskusi dan bersahabat dengan anak-anaknya serta menciptakan lingkungan yang dapat menggali potensi anak-anaknya secara optimum, sehingga anak-anakna dapat menemukan kekuatan dalam dirinya
- Menyediakan prasarana yang disukai anak-anaknya di rumah: dari mulai buku bacaan, alat-alat olah raga yang disukai anak-anaknya dan alat-alat musik yang juga disukai anak-anaknya




Jika kita ingat tulisan Khalil Gibran, mengatakan bahwa anak kita adalah seperti anak panah dan kita seperti busur panah, artinya ketika anak panah lepas dari busurnya, maka kita tidak dapat lagi mengarahkan mereka seperti apa yang kita inginkan.
Bahwa semua anak adalah bintang yang unik dengan potensinya masing-masing, dan jika kita bisa menggali potensi dari bintang yang unik tersebut,maka kemungkinan besar bintang tersebut akan berpendar dengan indahnya.

Saya sendiri memiliki 2 (dua) orang anak, sebut saja dengan si KK dan si AD. Saya ingat betul ketika umur 1 ½ tahun si KK minta sekolah, pada eranya saat itu nyaris tidak ada tempat penitipan anak atau pun pre school yang mau menerima anak dengan usia 1 ½ tahun. Dengan pencarian yang cukup memerlukan waktu akhirnya kami mendapatkan Montessori sebagai tempat kami mengirimkan anak kami bersekolah. Hal yang sangat mengejutkan, pada ulang tahunnya yang ke-2, si KK menolak untuk dirayakan ulang tahunnya di sekolah dan sangat terlihat nyata ekspresi kecewanya ketika kami tetap menyelenggarkan pesta ulang tahun di sekolahnya. Tapi..alangkah bahagianya si KK ketika membawa pulang buku cerita dari sekolahnya di setiap hari Jumat dan kami sebagai orang tua tidak akan pernah lupa dua buku favouritenya yaitu”fire engine” dan buku tentang pesawat terbang. Sejak saat itu KK menjadi anak yang sangat definitif. Sejak usia 2 tahun bisa memutuskan tidak adanya pesta ultah untuk dirinya; mulai usia 3 tahun memutuskan untuk naik bis sekolah ketika berangkat ke sekolah; sepanjang menjalani sekolah dasar KK selalu berkelompok dengan anak-anak pintar hanya untuk memberikan motivasi bagi dirinya sendiri; dan yang sangat mengejutkan, ketika semester akhir di kelas VI SD, si KK memutuskan untuk melanjutkan sekolah ke SMP Negeri, walaupun hati kecil kami berontak dan ingin KK masuk ke sekolah swasta terkenal. Continous improvement terus digali oleh dirinya sendiri, yang menurut pengakuan KK, ia terinspirasi oleh achievement kami sebagai orang tuanya. Perjalanan KK masih jauh,akan tetapi sebagai orang tua, hari ini kami merasa tenang bukan karena KK memiliki IQ di atas 150, akan tetapi karena KK bisa menjadi anak yang dapat menggali potensi dirinya dan memutuskan apa yang ingin dicapai dalam hidupnya. Satu hal yang paling menarik adalah kemampuan bahasa Inggerisnya yang luar biasa..sampai guru-guru dan teman-temannya tidak percaya bahwa KK tidak pernah mengikuti kursus bahasa Inggeris apapun. Beberapa bulan ke depan KK baru akan mulai kursus bahasa Inggeris dengan native speaker karena KK mempunyai target mendapatkan beasiswa di luar negeri untuk tingkat pendidikan lanjutannya. Hal yang selalu kami ingatkan kepada KK adalah bahwa keberhasilan seseorang tidak bergantung pada tingkat IQ saja, akan tetapi juga memerlukan ketekunan, focus, EQ dan SQ, dan hari-hari ini kami melihat KK selalu berusaha mencapai EQ dan SQ dalam standar yang dimilikinya.

Lain lagi ceritanya dengan AD, dengan IQ dengan kisara > 120, kecemerlangan di dalam mata pelajaran tidak seperti KK, akan tetapi AD sangat cemerlang dalam kegiatan olah raga, sehingga selalu terpilih menjadi team inti sekolah di beberapa bidang olah raga. Melihat ring basket di rumah seseorang adalah hal yang biasa, akan tetapi jika anda ingin melihat meja ping-pong di dalam rumah, maka di rumah kami anda akan menemukan hal tersebut. AD menjadi anak yang tidak bisa diam, di kelas dikenal sebagai anak yang less focus dan sering jalan-jalan, hal itu terjadi tidak hanya di sekolah,akan tetapi juga di tempat les.

Akan tetapi hal yang menakjubkan ketika kita khawatir AD tidak lulus ujian naik tingkat di tempat lesnya, ternyata AD bisa lulus dengan nilai nyaris sempurna. Ketika kami mulai khawatir dengan pencapaian akademisnya, AD langsung mencoba menunjukkan perbaikan nilai secara significant.
AD sangat luar biasa dalam hal pendengaran dan observasi, saya pernah menyaksikan bagaimana dalam hitungan detik, ia bisa menyebutkan warna pensil yang tidak ada dari 11 pinsil warna yang ditebar di depannya.

Selain dari itu semua, sebagai anak lelaki, AD cukup care kepada kami ibunya, setiap ia tahu saya sendirian pergi ke pasar, maka AD akan menawarkan dirinya apakah dia diperlukan untuk menemani saya pergi ke pasar tradisional.

Memiliki dua anak merupakan life journey yang sangat mengasyikkan bagi saya dan suami, penuh hal-hal yang mengejutkan, penuh hal-hal yang mengkhawatirkan, penuh tawa dan ada juga tangisan. Kami berdua masih jauh dari profil MACP, akan tetapi kami selalu berusaha mencapai kearah tersebut, dan berharap anak panah akan tertancap di titik atas suatu permukaan yang tepat.

Tulisan singkat ini hanya untuk mengingatkan kita semua untuk tetap konsisten dengan langkah kita dalam menjalani peran sebagai orang tua atas tanggung jawab kita kepada anak-anak kita.

Bagaimana dengan anda? Apakah anda sudah menjadi MACP atau sedang menuju ke arah MACP?

Pemahaman Hemat Energy - suatu ilustrasi singkat dan sederhana

Cinere, 25 Januari 2009
Posting: Facebook dan Blog: FifiFiana.blogspot.com

Saya ingat sekali ketika luasan bangunan rumah kami hanya +/- 100m2 listrik rumah kami berdaya 2200 watt, itu pun…kami saat itu masih merencanakan menaikkan daya listrik ke 3500 watt – 5000 watt.
Mengapa bisa demikian… karena saat itu saya belum mengenal lampu hemat energy; saat itu saya belum terlalu concern terhadap energy yang tidak dapat diperbaharui; saat itu kami sekeluarga msh memakai water heater listrik; saat itu kami masih sangat nyaman menggunakan AC,walaupun..saat itu saya sdh bekerja di perusahaan pengeboran untuk minyak dan gas bumi, bahkan rasanya sampai dengan saya berpindah kerja di dalam group yang sama ke perusahaan E & P, tetap kebiasaan itu masih berjalan.

Jk mengingat masa2 itu..sy sering tersenyum sendiri..karena memakai AC akhirnya setiap pagi kami sekeluarga harus memakai air hangat dari water heater electric untuk mandi.

Sampai suatu hari dengan adanya fasilitas kepemilikan rumah dari perusahaan, kami membangun rumah baru..yang kami harapkan tetap menjadi rumah idaman kami sekeluarga, karena design-na mengikuti keinginan lay-ou ruangan yang ingin kami miliki..dan tentunya kemampuan keuangan kami sekeluarga.

Saat itu ada 2 perdebatan antara saya dan suami yang memerlukan waktu cukup panjang, yaitu..yang pertama, suami menginginkan adanya kolam disekitar ruang tamu, sedangkan saya menginginkan suatu tempat sholat (mushola kecil) yang bisa menampung sekitar 10 orang untuk sholat berjamaah. Karena, sy ingin sekali punya tempat sholat dekat ruang tamu dan menghadap taman serta dekat dengan ruang keluarga, sebagai wujud syukur kami kepada Allah swt dan untuk sll mengingatkan kami utk beribadah. Selain itu untuk memudahkan mereka yang bertandang ke rumah jika ingin ikut sholat.
Akhirnya..kami sepakat ada mushola kecil di rumah dan tidak ada kolam ikan. Beruntungnya..tetangga kami memiliki kolam renang, sehingga..setiap sabtu pagi kami mendengar gemericik air..karena pengisian kolam renang tetangga kami, alhamdulillah..

Yang kedua, yaitu soal AC, suami saya menginginkan ceiling yang tinggi (> 3 m) dan lubang ventilasi yang sangat banyak dan besar2; sedangkan secara kontras..saya menginginkan dipasangnya AC. Akhirnya..lagi-2 meminjam istilah Steven Covey untuk win-win solution kami memutuskan: semua instalasi AC dipasang baik di kamar tidur; ruang keluarga; mushola dan ruang lainnya, untuk water heater ditetapkan diganti dengan GAS. Karena saya takut gas meledak, akhirna unit water heater dipasang di kamar mandi anak2 dan dekat jendela yang terbuka 24 jam; akan tetapi kami akan mulai memasang daya listrik dengan kapasitas 1300 watt.

Sehingga mudah ditebak..saya tdk dapat memasang unit AC dengan segera saat itu, selain itu saya harus memikirkan bagaimana air bisa cukup untu 3 (tiga) kamar mandi yg ada – keputusannya kami harus memasang water-T dengan ukuran paling besar beberapa buah; lalu bagaimana listrik bisa cukup utk bgt banyak titik lampu..akhirnya kami memutuskan harus menggunakan lampu SL (hemat energy) untuk semua titik lampu yang ada.

Hari-hari pertama bangunan rumah jadi..saya tidak pernah mau tidur di bangunan rumah baru tersebut, walaupun scr nota bene bangunannya jauh lbh nyaman dibandingkan rumah kami yang sebelumnya. Akhirnya..3 bulan pertama rumah tersebut jadi (mid 2004), saya lebih sering tidur di kamar rumah lama sendirian yang letaknya berpunggungan dengan rumah kami yang bangunannya bertingkat tersebut. Karena..saya blm dapat melepaskan kenyamanan AC dan TV didalam kamar tidur.

Akhirnya pada satu titik suami saya mengatakan..”Fi..kamu akan bisa beradaptasi jika kamu mau, dan saya akan izinkan kamu pakai kipas angin. Kita coba dulu, baru kamu bisa mengatakan tidak bisa atau tidak sanggup tanpa AC.
Ternyata..dugaan saya salah..saya bisa tidur dengan nyaman, walaupun di kamar tidur kami yang baru tidak ada AC dan TV, akan tetapi suami saya tetap mempertahankan sound system.

Saya pribadi menganggap pindah tinggal ke bangunan baru, seperti reset – mindset saya pribadi kearah yang positif yaitu:
- Tidur tanpa AC..ternyata:
(1) membuat kami sekeluarga lebih sehat, anak2 kami yang dulu kerap kali ke dokter karena alasan batuk flu..sekarang alhamdulillah nyaris tidak pernah batuk flu lagi.
(2) Kami tidak lagi konsumtif air hangat untuk mandi pagi dan sore. Kecuali musim hujan..biasanya kami memakai air panas untuk mandi pagi, karena air kami dingginnya seperti air es, bahkan sampai kran air beruap karena saking dinginnya air tersebut.
- Kami belajar berhemat, jam 4.45 pagi, lampu luar rumah kami matikan, dan kami ganti dengan memasang pompa air..ketikan jam 5.30 sore tiba, maka pompa air kami cabut dan kami ganti dengan menyalakan listrik rumah.
Hal yang positif, kisaran tagihan listrik rumah kami hanya +/- 100 ribu rupiah..alhamdulillah..
- Hal baik lainnya, kami hanya memiliki 2 televisi: 1 (satu) buah televisi yang terhubung dengan suatu TV cable, hanya ada di ruang keluarga di bawah dan 1 (satu) TV lagi di ruang keluarga di lantai atas. Dampak positifnya..kami lebih sering bercengkrama sekeluarga sambil menonton TV bersama dan kami belajar berbagi keinginan untuk tidak egois hanya melihat siaran favourite kami. Positifnya saat ini kami punya beberapa channel TV favourite keluarga yaitu: Discovery; American Idol; Friends; Oprah W; Acara memancing di Trans 7 dan Temehek-mehek

Hampir 5 tahun kami masih bisa bertahan dengan listrik 1300 watt dengan luas tanah sekitar 500m2 dan luasan bangunan sekitar 300m2 dan semoga hal ini dapat kami pertahankan untuk seterusnya.

Cerita di atas adalah bagian dari alasan utama mengapa kita harus hemat listrik yang merupakan langkah hemat energy.

Karena saat ini tugas saya ada memonetisasi gas bumi (termasuk LPG) dan minyak bumi, saya jadi mengerti perbendaan mengembangkan suatu lapangan minyak dan lapangan gas.

Saya sebagai seorang sarjana non teknik, terkaget-2 ketika tahu besaran biaya yang harus dikeluarkan untuk melakukan aktivitas eksplorasi untuk mendapatkan cadangan minyak maupun gas baru. Selain itu untuk mengembangkan suatu lapangan gas hanya untuk mengeluarkan gas sejumlah +/- 50 MMSCFD selama beberapa tahun tertentu memerlukan nilai investasi ratusan juta USD.

Untuk para sarjana elektro dengan mudah dapat menghitung 50 MMSCFD bisa menghasilkan berapa MW listrik, tidak banyak dan belum cukup untuk kebutuhan listrik di Negara kita. Memang..nilai investasi tersebut akan menghasilkan revenue bagi pemerintah melalui (istilah kami di industri migas) adalah government share.
Bahkan semakin remote lapangan gas tersebut berlokasi; semakin tidak adanya jaminan keamanan terhadap pengembangan suatu lapangan gas; semakin kurang baiknya spesifikasi gas yang ada, maka semakin mahal biaya pengembangan lapangan gas. Bisa anda bayangkan biayanya mungkin hampir mencapai 1 milyar USD.

Yang lebih sulit lagi..Indonesia termasuk negara yang mempunyai cukup banyak ‘stranded gas’, kenapa hal tersebut dapat terjadi; karena lapangan gas tidak akan dikembangkan sampai dengan adanya pembeli gas. Dan..biasanya pembangunan infrastruktur lapangan gas dan pembeli gas memerlukan waktu antara 18 bulan s/d 48 bulan, bahkan bisa lebih lama dari waktu itu.
Kebijakan Pemerintah juga hal lain yang membuat para investor di bidang migas maju-mundur untuk mengembangkan lapangan migas mereka.
Membicarakan hal ini seperti melihat suatu mata rantai yang sangat kompleks, karena UU Dasar 1945 secara umum menjelaskan mengenai sumber daya alam dan penguasaannya. Sedangkan di sisi lain Pemerintah juga memerlukan bermitra dengan para investor untuk mengembangkan lapangan-2 yang terkait dengan minyak dan gas bumi, tidak hanya untuk mendapatkan revenue bagi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, akan tetapi juga bagaimana Pemerintah dapat memastikan lapangan-2 tersebut dikelola dengan baik. Hal tersebut tidak hanya memerlukan serentetan peraturan yang bijak dari pemerintah, akan tetapi juga memerlukan perilaku yang bijak bagi semua pelaku bisnis di bidang minyak dan gas bumi.

Ilustrasi yang sangat singkat itu, paling tidak akan memberikan kita gambaran betapa kita semua harus bisa memanage dengan baik tidak hanya diri dan keluarga kita, akan tetapi juga sumber daya alam Indonesia di bidang minyak dan gas bumi secara arif dan bijaksana, karena lagi2 minyak dan gas bumi adalah sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui.